Selasa, 12 Juli 2016

Memanen Biomethane Dari Kebun Sawit


Saat ini ada sekitar 1.100 pabrik kelapa sawit di kawasan Asia Tenggara, dari jumlah tersebut Indonesia memiliki kurang lebih 600 pabrik sawit dan Malaysia sekitar 400 pabrik sawit. Saat ini juga Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil) no. 1 di dunia dengan produksi lebih dari 23 juta ton/tahun.  Tanaman kelapa sawit yang awalnya hanya empat pohon  pada tahun 1848 di Indonesia, saat ini telah ditanam mencapai sekitar 9 juta hektar. Sedangkan di Malaysia luas perkebunan sawit sekitar 5 juta hektar.   






Kapasitas pabrik sawit di Asia Tenggara beroperasi antara 45 MT TBS/jam – 90 MT TBS/jam, atau secara umum bisa diambil rata-rata bahwa pabrik sawit dirancang pada 60 MT TBS/jam atau sekitar 25.000 MT per bulan atau sekitar 300.000 MT per tahun. Tercatat Malaysia mampu memproduksi lebih dari 100 juta MT TBS (tandan buah segar) pada tahun 2014. Setiap ton TBS akan menghasilkan kisaran 120-200 kg minyak kelapa sawit (CPO), 230-250 kg tankos (tandan kosong kelapa sawit),   130-150 serat/sabut buah, 60-65 kg cangkang (shell), 55-60 kg kernel dan 0,7 m3 limbah cair (POME). Limbah cair pabrik sawit tersebut dihasilkan dari proses sterilisasi TBS, proses penjernihan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), yaitu pemerasan, memisahkan dan penjernihan, dan proses pemerasan tankos. Saat ini ada lebih dari 50 juta ton air limbah pabrik sawit (POME) ini setiap tahunnya dengan potensi listrik yang bisa dibangkitkan dari biogas lebih dari 1200 MW.  Porsi energi terbarukan termasuk didalamnya biogas dan juga biomasa sebagai sumber energi dalam proyeksi national energy mix Indonesia sebenarnya juga tidak terlalu besar yakni 17%, sedangkan dalam level international (global) adalah 13%. Walaupun porsinya belum besar tetapi karena seiring kesadaran masalah lingkungan terutama masalah perubahan iklim dan pemanasan global karena konsentrasi CO2 di atmosfer telah melebihi 400 ppm, maka seiring waktu biogas semakin diakselerasi dan ditingkatkan produksinya.   



Sebuah peraturan baru di industri kelapa sawit Malaysia, yang menetapkan semua pabrik kelapa sawit harus memiliki fasilitas penangkap methana paling lambat tahun 2020. Pabrik kelapa sawit tanpa solusi masalah metana sampai tahun 2020 akan kehilangan ijin mereka. Salah satu solusi masalah itu adalah menutup kolam limbah sawit dan biogas yang dihasilkan lalu dibakar di flare, tentu bukan solusi terbaik karena hanya menghabiskan biaya terutama karena alasan mempertahankan ijin produksi CPO. Pelepasan metana dari sistem pengolahan POME menyumbang hingga 70% dari total emisi gas rumah kaca dalam keseluruhan proses produksi CPO  dan pemanfaatan sebagai bahan baku biogas sebagai sumber panas dan/atau listrik adalah pilihan terbaik, karena selain manfaat lingkungan juga manfaat atau keuntungan secara ekonomi. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2014, Peraturan Menteri Nomor 27/2014 tentang feed-in-tariff untuk energi terbarukan dari biomasa dan biogas mendorong minat penjualan listrik dari konversi biogas POME menjadi energi ke jaringan PLN. Jual beli listrik yang dapat dilakukan antara pemilik pabrik sawit dengan PLN yakni melalui perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) atau perjanjian penjualan kelebihan kelebihan daya listrik (excess power). Adanya Peraturan Menteri tersebut telah turut membantu mendorong dan mengakselerasi pemanfaatan POME sebagai sumber energi listrik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar